INDAS.ID - Pandemi Covid-19 bukan semata-mata urusan para dokter dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Wabah tidak hanya menginfeksi orang, bahkan menimbulkan kematian, lebih jauh lagi merongrong ekonomi, sosial, dan budaya. Pandemi Covid-19 di Indonesia diakui sebagai bencana nasional, yang harus dihadapi bersama-sama. "Strateginya ialah mengedepankan sains," kata Profesor Arif Satria, Rektor IPB University, Bogor.
Untuk menempatkan sains secara layak, menurut Arif, otoritas pemerintahan perlu secara empiris mencari benchmark, standar pembanding di negara lain yang dianggap cukup berhasil menangani wabah ini. "Dari benchmarking itu kita dapat mencari sains yang cocok diterapkan di Indonesia," Arif menambahkan.
Atas panduan sains pula, Februari lalu, pemerintah melakukan screening di bandara, pelabuhan, dan pelintasan darat demi mencegah virus menyusup. Para pelintas batas diperiksa dengan thermo scanner. Bila ada gejala demam, dia didorong ke rumah sakit rujukan. Ternyata virus tidak selalu menular dari orang sakit. Penularan terjadi pada masa inkubasi. Keadaan ini yang membuat thermo scanning tidak selalu efektif.
Virus kini telah menyebar seluruh Indonesia. Tibalah strategi berikutnya, pemeriksaan massal dan masif. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI membagikan aplikasi pedulilindungi, yang bisa melakukan tracking dan tracing atas jejak digital. Mereka yang pernah dalam jangkauan bluetooth gadget pasien positif Covid-19 akan terdeteksi dan dipersilakan menjalani tes cepat. Hasil tracking dan tracing itu dipantau oleh Gugus Tugas Covid-19 Pemerintah RI.
Ratusan ribu unit rapid test kit didistribusikan ke seluruh pelosok negeri. Meskipun presisinya 80-90 persen, karena hanya mendeteksi antibodi pasien, tes massal ini cukup efektif membendung Covid-19 seperti yang di Korea Selatan.
Namun, pemerintah merasa perlu melakukan tes dalam jumlah lebih besar dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), yang lebih akurat karena mengidentifikasi langsung ke antigen, yakni virus itu sendiri. Dalam konferensi pers Sabtu (18/4/2020) di Jakarta, Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Achmad Yurianto menyebutkan, target pemeriksaan PCR 10.000 spesimen per hari.
Tes masif PCR ini diperlukan supaya dapat lebih cepat menemukan pasien positif, memisahkan dari yang sehat dan merawatnya. Lebih cepat lebih baik. Yurianto menyebut langkah Gugus Tugas Covid-19 ini “masif dan agresif”.
Pemeriksaan PCR terpusat di Laboratorium Biomedik Kemenkes Jakarta ditinggalkan. Mobilisasi peralatan dan sumber daya manusia (SDM) dilakukan. Saat ini ada 32 laboratorium yang sudah dioperasikan, dari pemerintah dan swasta. Dari jajaran di luar Biomedik Jakarta, ada 10 lainnya di berbagai kota. Laboratorium Lembaga Eijkman Jakarta, di Kementerian Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia, disertakan. Lalu, Laboratorium Rumah Sakit Unair, Surabaya, diterjunkan. Labortorium Bioteknologi LIPI ambil bagian.
Yang terbaru, laboratorium bioteknologi milik Industri Farmasi Kalbe Farma di Sunter, Jakarta Utara, serta Laboratorium Bioteknologi IPB University di Bogor, ikut dalam jejaring pemeriksaan Covid-19 yang berbasis PCR itu. Sekitar 46 laboratorium lainnya sedang dalam persiapan. Sebagian dari Kampus-Kampus perguruan tinggi.
Masyarakat peneliti bioteknologi Indonesia sudah puluhan tahun menggauli material genetik virus, bakteri, atau mikroba lainnya dengan piranti PCR. Mereka telah ikut dalam penelitian virus HIV-Aids dan terjun dalam proyek pemetaan genetik manusia (Proyek Global Genome 2000) di awal 1990-an. Pada saat itu mesin PCR, yang diproduksi pertama pada 1985, telah dioperasikan di Jakarta. Ahli-ahli dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kemenkes dan Lembaga Eijkman termasuk yang pertama mendapat fasilitas ini.
Memasuki tahun 2000-an, piranti PCR telah masuk ke laboratorium bioteknologi di banyak kampus, terutama di Jawa. Kini banyak perguruan tinggi yang telah memiliki fasilitas itu, lengkap dengan sumber daya manusianya. Mesin PCR telah tersebar dari Banda Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, di sejumlah kota di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Kota Ambon, hingga ke Jayapura. Rencana Gugus Tugas Covid-19 membangun jejaring 78 laboratorium di Indonesia bukanlah hal yang terlampau sulit.
Virus, bakteri, jamur, dan kuman lainnya ada dalam wilayah mikrobiologi, dan menjadi daerah irisan di antara banyak disiplin ilmu. Yaitu, ilmu kedokteran, kedokteran hewan, pertanian, perikanan, ekologi, serta banyak lainnya. Dengan begitu, kecakapan menangani virus dengan segala sifat dan potensi genom (genetiknya) tersebar di banyak lembaga dan instansi yang berbeda. Keterampilan mengidentifikasi antigen (melalui genom virus) pun dimiliki banyak peneliti dari Banda Aceh hingga Jayapura.
Banyak ragam mesin PCR yang beredar di pasar piranti laboratorium, dengan karakteristik masing-masing, seperti halnya gadget dan laptop. Harganya bervariasi. PCR yang dipakai pada instansi riset dan pendidikan memiliki presisi yang tinggi dibanding keperluan komersial. Namun, ia memerlukan waktu lebih panjang.
Semua PCR bekerja dengan pola yang sama, yakni memeriksa struktur asam nukleat pada untaian RNA (Ribonucleic Acid) material genome yang terdapat dalam spesimen. Ada tiga tahap di dalamnya. Yang pertama, seperti di Laboratorium IPB University, dilakukan inaktivasi atas virus pada spesimen swab. Virus mati tapi material genomnya utuh.
Setelah itu dilakukan ekstraksi (ada yang menyebut denaturasi), yakni membongkar dinding virus yang berduri itu, kemudian mengekstraksi material genetiknya. Untaian asam nukleat ganda DNA (Direbonucleic Acid) terpisah menjadi dua untaian RNA (Rebonucleic Acid).
Tahap keduanya, menggandakan RNA itu dengan bantuan enzim dan primer taq, yaitu potongan-potongan makroprotein standar yang diketahui menjadi sumber pembentukan RNA virus. Enzim dan larutan primer taq ini ada dalam paket reagen PCR. Proses penggandaan dilakukan beberapa tahap, hal yang membuatnya makan waktu beberapa jam.
Namun, dengan tahapan itu bisa dihasilkan sampel RNA dalam jumlah besar, sehingga lebih mudah dipindai oleh PCR pada tahap yang ketiga. Hasil pemindaian itu yang diproses oleh komputer pada PCR dan disajikan dalam bentuk kuantitatif disertai imaji visual atau grafis.
Para ahli yang biasa mengoperasikan PCR dengan cepat bisa membaca hasil kuantitatif itu, seraya membandingkan gambar yang muncul dengan imaji RNA virus penyebab Covid-19 yang standar. Bila bentuk dan strukturnya sesuai, tak diragukan lagi ada materal genetik SARS COV-2 dalam spesimen. Diagnosis atas spesimen pasien positif.
Untuk tujuan penelitian, penelusuran struktur, bentuk serta urutan basa protein pada RNA, kadang diperlukan. Maka, dilakukan genome sequensing (pengurutan genom). Sensor pemindai akan kerja keras merekam urutan basa-basa protein itu, berulang-ulang, dan menyajikannya sehingga diperoleh gambaran detil dari RNA virus. Proses itu bisa memakan waktu seharian. Untuk keperluan diagnosis, genome sequencing tidak diperlukan.
Tak perlu persiapan panjang bagi IPB University untuk bergabung dalam jejaring laboratorium uji Covid-19. Di kampus ada empat unit mesin PCR yang tersebar di tiga laboratorium yang ketiganya berkualifikasi Biosafety Level 2 dalam standar WHO. Untuk masuk dalam jejaring ini, tak hanya diperlukan mesin, SDM, dan reagennya. Keandalan laboratorium pun diperlukan. Bukan saja fisiknya, melainkan juga tata kelolanya.
Laboratorium kategori Biosafety 2 itu menjamin bahwa semua awaknya aman dari paparan virus atau kuman yang sedang diperiksa. Ada perimeter atau lapisan pengaman yang menyekat laboratorium dari area publik. Spesimen klinis diproses di dalam Biosafety Cabinet (BSC). Sirkulasi udara dalam BSC dijamin aman, karena udara yang keluar ke lingkungan sekeliling dialirkan melalui filter HEPA yang tak tembus oleh virus.
Semua limbah padat didekontaminasi dengan alat autoclave bersuhu 121 derajat celcius, kondisi yang membuat semua mikroorganisme mati. “Semua personel yang terlibat dalam pengujian telah mendapat pelatihan keselamatan, baik di dalam maupun di luar negeri dan memiliki pengalaman bekerja dengan agen patogen lebih dari lima tahun,’’ kata Didik Pramono, Bagian Humas Tim Laboratorium Covid-19 IPB University.
Beberapa laboratorium di IPB University, menurut Didik Pramono, memenuhi syarat sebagai laboratorium uji Covid-19, bahkan untuk standar WHO. Maka, Rektor Profesor Arif Satria tak perlu waktu lama untuk menyatakan kesanggupannya ketika Pemda Bogor dan Pemda Provinsi Jawa Barat telah memintanya membantu pengujian sampel-sampel Covid-19 untuk wilayah Bogor. Dalam seminggu labnya dapat memeriksa 180 spesimen.
Perlu satu minggu bagi IPB University untuk melakukan optimasi, penyesuaian alat, dan penyusunan Standar Operasi Prosedur (SOP) agar sesuai dengan surat edaran Kemenkes serta WHO. Untuk keperluan itu, ada tiga unit laboratorium, yaitu laboratorium bioteknologi di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Laboratorium CRC Science Techno Park, dan Laboratorium Terpadu Satreps Fakultas Kedokteran Hewan, yang semuanya masuk kategori Biosafety 2. Tim Laboratorium Covid-19 IPB University dipimpin Profesor Srihadi Agungpriyono (Dekan Fakultas Kedokteran Hewan) beranggotakan 31 orang, dengan surat tugas resmi sebagai mandat dari Rektor IPB University.
Kerja sama 78 laboratorium itu tentu bisa menjadi kolaborasi besar. Potensinya bisa dibawa ke hulu, yakni ke riset dasar epidemiologi atau sifat-sifat kuman jahat, baik virus, bakteri, atau yang lain. Dengan begitu, akan ada jawaban ilmiah atas isu-isu virus corona lemah di udara yang lembab dan panas, virus bisa bertahan enam jam pada pegangan pintu, mampu bertahan di udara delapan jam.
Di tengah suasana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pembicaraan semacam itu mengemuka. Termasuk, yang ramai di media sosial, tentu soal obat. Benarkah empon-empon bisa menekan koloni virus, atau bisakah air hujan bisa mencuci udara yang tercemar oleh virus terbang? Seperti dikatakan Profesor Arif Satria, sains perlu memberikan jawaban atas semua itu.
Tak ada salahnya bila pascawabah nanti, refocusing dan realokasi anggaran dilanjutkan dengan tujuan untuk meningkatkan sains.
Sumber:
Indonesia.go.id