INDAS.ID - Simbol yang paling terkenal dari masa Reich Ketiga, masa Adolf Hitler adalah swastika. Simbol ini tertera pada bendera merah dan berada dalam lingkaran putih.
Ketiga warna dalam swastika yaitu merah, putih, dan hitam diambil dari warna dasar bendera Jerman, yang pertama kali dipakai sebagai lambang dari kekaisaran Jerman pada tahun 1897. Sekalipun sering diasosiasikan dengan rezim Nazi, simbol swastika telah eksis jauh sebelumnya di dunia.
Ia berasal dari bahasa Sansekerta, svastika, yang artinya 'kondusif untuk kebaikan atau kesejahteraan'. Lambang seperti ini telah ditemukan pada keramik yang berasal dari empat abad Sebelum Masehi di Persia atau Iran, kemudian di Troy Yunani, Tibet, dan Jepang.
Orang Indian Amerika Utara seperti Suku Navajo juga mengenal lambang ini, yang dapat ditemukan pada pola kerajinan manik-manik mereka. Orang Hindu di India banyak menggunakan simbol ini untuk menandai pintu, kitab, dan persembahan.
Mereka membedakan antara swastika yang berputar searah jarum jam dan sebaliknya. Swastika yang putarannya searah jarum jam dianggap sebagai lambang gerakan matahari, yang di belahan bumi bagian utara nampak bergerak dari timur ke selatan, kemudian ke barat.
Sedangkan yang sebaliknya, lebih untuk melambangkan malam hari, Betara Kali yang menakutkan, serta untuk praktik sihir. Pada swastika Jerman Nazi, arah geraknya seperti pada jarum dan simbol yang sering disebut hakenkruez, salib yang berkait.
Adalah seorang penyair dan ideolog nasionalistik Jerman bernama Guide von List yang pada tahun 1910 menyarankan pemakaian swastika untuk organisasi gerakan anti-Yahudi.
Ketika Adolf Hitler membentuk Partai Sosialis Nasional (Nazi) tahun 1919-1920, simbol rasial Jerman ini pun diadopsinya. Dan setelah Nazi berkuasa, simbol yang sama diresmikan sebagai bendera nasional Jerman pada 15 September 1935.
Sekalipun berasal dari bahasa Sanskerta, Nazi mau menggunakanya karena bahasa tersebut, menurut teori yang mereka anut, adalah termasuk dalam kelompok bahasa Indo-Eropa, bahkan merupakan yang tertua.
Kelompok bahasa ini, menurut ahli bahasa dari Jerman pada ke-19, Friedrich Max Muller, 'memiliki sifat ke-Arya-an', sehingga Hitler dan Nazi punya alasan kuat mengadopsinya.
(Sumber Artikel:
National Geographic Indonesia)