Penyediaan Air Tak Sebanding dengan Kenaikan Penduduk Dunia
indas/voaindonesia • Sabtu, 26 Mei 2018
Sumber Foto : breakingnews.sy
INDAS.ID - Permintaan akan air meningkat kira-kira satu persen setahun, sementara iklim berubah, polusi dan erosi mengancam mutu dan ketersediaan air. Namun, masih banyak negara tetap mengandalkan sistem pengelolaan air tradisional, buatan manusia, seperti kolam cadangan, saluran irigasi dan sarana perawatan air.
Pemerintah perlu lebih mengandalkan pengelolaan air yang 'hijau' untuk memastikan planet tetap sehat dan memenuhi kebutuhan populasi global yang tumbuh dengan cepat. Itulah salah satu pesan dalam studi baru oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB, UNESCO.
Penelitian yang dilansir pada konferensi air dunia di Brasilia, Brazil, mengkaji berbagai manfaat 'infrastruktur' air alami, seperti lahan basah, kebun di perkotaan dan praktik pertanian yang berkesinambungan.
Pertumbuhan penduduk, perubahan pola konsumsi dan pembangunan berdampak pada pasokan air dunia. Permintaan air meningkat sekitar 1 persen per tahun, sementara perubahan iklim, polusi dan erosi mengancam kualitas dan ketersediaan air. Sebelumnya, kebanyakan negara mengandalkan sistem pengelolaan air buatan tradisional seperti waduk, saluran irigasi dan instalasi pengolahan air.
Laporan baru UNESCO memperoleh temuan bahwa investasi untuk opsi pengelolaan air yang lebih hijau sangat sedikit, walaupun manfaatnya banyak.
Stefan Uhlenbrook, koordinator Program Pengkajian Air Dunia UNESCO, penulis penelitian tersebut, mengatakan, "Solusi hijau dapat memenuhi beberapa solusi pengelolaan air secara bersamaan - memperbaiki pengelolaan air, sekaligus mengurangi banjir atau kekeringan. Memperbaiki akses air dan ada juga berbagai manfaat di luar sektor air."
Uhlenbrook, dikutip voaindonesia.com, menambahkan, "Solusi hijau dapat membantu menyimpan karbon, menciptakan lapangan kerja - terutama di lingkungan pedesaan. Solusi-solusi itu juga dapat membantu meningkatkan keanekaragaman hayati, yang juga sangat penting."
Sementara itu UNESCO mengatakan, tujuannya, tidak menghilangkan opsi pengelolaan air tradisional seperti tanggul, namun untuk mencapai keseimbangan antara sistem buatan manusia dan yang lebih bergantung pada alam semesta.
Beberapa komunitas membangun lahan basah buatan untuk mengatasi banjir dan polusi. Yang lainnya, seperti negara bagian Rajasthan di India, telah menerapkan praktik pengelolaan air dan tanah yang lebih berkesinambungan untuk meningkatkan panen dan mengatasi kekeringan, tantangan yang semakin besar pada masa depan.
Uhlenbrook menambahkan, "Kita harus menanam 50 persen lebih banyak tanaman pangan dalam 30-40 tahun ke depan. Kita harus memikirkan bagaimana melakukan itu tanpa menggunduli lebih banyak hutan, memotong lebih banyak pohon dan berusaha membuka lebih banyak lahan - yang hampir tidak mungkin terjadi di banyak tempat di seluruh dunia."
Para ahli mengatakan pengelolaan air yang lebih hijau dapat membantu meningkatkan produksi pertanian hingga 20 persen - yang mungkin penting untuk memberi makan populasi global yang diperkirakan mencapai hampir 10 miliar pada tahun 2050.